KAPUAS - Damang Kepala Adat (DKA) Kecamatan Kapuas Barat, Yansen I Aden menegaskan akan mengambil tindakan tegas secara aturan adat Dayak kepada PT Wira Usahatani Lestari (PT WUL), yaitu berupa sanksi adat Jipen atau Singer.
Yansen melihat apa yang telah dilakukan pihak PT WUL dalam membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit di Wilayah Adminstrasi Kecamatan Kapuas Barat, Kabupaten Kapuas , Kalimantan Tengah (Kalteng) sangatlah melanggar norma - norma adat istiadat masyarakat Dayak yang secara turun temurun tinggal dikawasan itu sejak dahulu kala.
"Kawasan saat ini adalah bekas hunian masyarakat adat Dayak pada zaman dahulu, dan itu ada rentetan sejarah, yang semestinya harus dijaga, " kata Yansen dikediamannya, desa Mandomai, Senin (14/08).
Dikatakan tindakan adat Dayak yang akan dilaksanakan nanti, berupa Jipen atau singer yang ditentukan berdasarkan aturan adat yang diputuskan bersama oleh kemantiran DKA Kapuas Barat.
Baca juga:
Asal Usul Suku Kampai Minangkabau
|
Jipen atau singer adalah tindakan Kedamangan untuk melakukan sanksi, baik berupa potong kerbau atau sapi ditempat lokasi yang saat ini dirusak. Bahkan bisa dikenakan berupa berbentuk uang (Jipen) kepada ahli waris makam yang telah dirusak oleh pihak Perusahaan PT WUL.
"Sanksi adat itu harus dilakukan untuk tindakan hubungan sosial masyarakat adat, agar tidak ada dendam dikemudian harinya, " terang Damang ini.
Damang Kapuas Barat ini juga menceritakan terkait riwayat tempat yang saat ini sudah beralih pungsi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit milik PT WUL.
Sebelumnya, kawasan itu merupakan tempat hunian masyarakat beberapa desa di Mandomai. Ada anak sungai yang menghubungkan dengan sungai induk Mandomai. Hingga saat ini juga ada bekas bangunan rumah adat Betang, berupa bekas tiang - tiang yang juga telah digusur oleh pihak perusahan PT WUL.
Jumlah makam - makam para leluhur masyarakat setempat cukup banyak. Dengan masih memiliki agama Kaharingan, ada ditemukan berupa Sandung berupa patung dari kayu yang diukir berupa manusia dan sejenis juga binatang. Pantar berupa tiang tinggi dengan ujung ada patung kecil berupa burung tingang.
"Memang dikawasan itu bekas hunian masyarakat dahulu, memiliki nilai sejarah masyarakat adat Dayak, bahkan ada Bekas Bangunan Betang, " ungkap Damang Kapuas Barat ini.